RSS

Ketika DIA Menyapa


Pagi itu tegang dan khawatir campur aduk jadi satu
Baju hijau telah kukenakan, kaki mulai bergerak-gerak tak sabar ingin segera berlalu.
Perlahan perawat membantu melepas jilbab yang kupakai, lalu menggantinya dengan penutup kepala yang lain.
"Wah, ummi pake shower cap bi..." ujarku.
Suamiku tersenyum.
"Ga ah, itu jilbab gaul kok.." jawabnya sambil mengusap pundakku. Aku tertawa. Perawat pun ikut tersenyum.
Beberapa saat kemudian pintu pun dibuka lebar. Kuciumi  tangan suamiku, meminta doa darinya.
"yang tenang ya mi..bismillah..."
"bismillah...." sahutku sambil tersenyum. Kulepas tangannya. Perawat mendorong ranjangku ke dalam. Ruangan serba hijau dengan lampu sorot besar, seperti yang selama ini hanya kulihat di layar kaca.
Dan entah bagaimana, hanya dengan kehendakNYA lah, puluhan menit itu dapat terlewati.
Yang ku tahu kemudian aku merasakan sebuah ciuman di pipi.
Ciuman yang tak akan ku salah mengenali, karena berasal dari bibir yang tak pernah berhenti mendoakan aku bahkan sebelum aku lahir di dunia.
"sakit bu...", ujarku. Betapa manjanya aku sampai-sampai kata pertama yang keluar dariku adalah sebuah rengekan.
"iya nak..sabar ya.." bibir mulia itu menjawab.
samar-samar terdengar pula suara suami tercinta, serta ejekan jahil dari adikku.
Allah masih memberi kesempatan padaku untuk kembali menghadapi dunia.

Terimakasih ku ucapkan pada suami tercinta, yang telah memperjuangkan yang terbaik demi kesembuhanku, telah mencurahkan cinta dan doanya padaku.
Terimakasih padamu ibu,wanita mulia yang penuh kasih merawatku seperti saat aku masih kecil.
Terimakasih pada adik satu-satunya, yang menghiburku dengan cara uniknya sendiri.
Terimakasih padamu bidadari mungilku, Azka Husna Azzahra, atas pengertian yang sungguh membuatku takjub. Atas cinta yang tak perlu terucap, atas pelukan yang menghangatkan serta kecupan-kecupan kecil yang serasa menyembuhkan.
Terimakasih pada seluruh dokter dan perawat yang telah bersedia menjadi perantara Allah mengangkat penyakit dari tubuh ini.

Terimakasih padaMU Yaa Allah, karna tlah sudi menyapa hambaMU yang mungkin terlalu lama lupa



Afwan, Sayang...


Suara tangismu terdengar...
alih-alih peduli, aku justru menjauh
melangkahkan kaki meninggalkan kamar kita, tempat dimana aku baru saja menumpahkan emosi kepadamu

dua, tiga kali ku hela nafas panjang
kuteguk air putih sembari hati tak henti beristighfar
tangismu makin pilu
afwan..bukan ummi tidak mendengarnya nak
biarlah kau tumpahkan sedihmu
ummi hanya ingin membawa energi negatif ini jauh-jauh darimu

tangismu kian mengiba
lalu kausambung dengan suara batuk yang tersendat, tersengal
kutuntaskan meneguk air putih, kuhela kembali nafas panjang
kubalikkan badan kembali menuju kamar kita
tangismu tiba-tiba terhenti
melihatku berdiri kaku di ambang pintu

"mmi...mmi..."
kau memanggilku sambil melambaikan tangan
"pipifh...pipifh..." ujarmu sambil menepuk-nepuk kasur
aku mendekat, meraba kasur yang basah, meraba celanamu yang ternyata kering.
kulihat ada segumpal lendir di bagian kasur yang basah
ternyata kau tak hanya batuk, namun sedikit muntah
"bukan nak...ini bukan pipis. tapi azka muntah" jawabku
kau hanya menatapku, berusaha menelaah kataku satu per satu
"azka tadi hoek?" tanyaku
kau mengangguk lucu
"mau minum?"
kembali kau mengangguk
"sini.." ujarku sambil mengulurkan tangan
segera kau beringsut bangkit, mengangkat tangan dengan wajah yang kembali berseri. Kuusap air matamu yang masih tersisa.
"afwan sayang..." ujarku. Kau tak peduli.
"azka mau maafin ummi?" tanyaku. Kau menatapku tak mengerti.
"peluk ummi dong..." tanpa jeda kau peluk aku erat...
aku memelukmu, menciumi pipimu berkali-kali.
 lalu seolah tak terjadi apa-apa, seolah kau tak pernah menangis sebelumnya, kau menggodaku. Mencubit ujung hidungku lalu tertawa terbahak.

sesal, haru, dan takjub bercampur jadi satu
begitu mudah kau maafkan aku, pun air mata masih bergulir di pipimu
maaf, maafkan ummi nak...




wahai engkau, titipan Allah yang belum ternoda dosa
ajari ummi tentang sabar nak
ajari ummi tentang memaafkan
ajari ummi untuk tulus, setulus pelukanmu 

 

Azkadun Anak Sekolahan


"kalo pas kamu kerja, anakmu siapa yang ngasuh fik?"
Yap, pertanyaan ini sering sekali saya dapatkan. 
biasanya saya jawab singkat : "sekolah.."
dan jawaban ini akan mendapatkan berbagai macam reaksi.
Reaksi umum yang saya dapatkan berupa pertanyaan berlanjut tentang:
1) dimana?
2) emang di rumah ga ada rewang?

Pertanyaan pertama sih bisa dijawab dengan mudah.
Azkadun sekolah di Budi Mulia dua Day Care.

Nah, pertanyaan kedua inilah yang sangat berpotensi untuk merambat kemana2. Bisa tetap terfokus pada sekolah Azkadun, bisa beralih fokus ke sang rewang alias ART alias khadimat. Dalam dunfam, kami memanggilnya Budhe.
Iyap, kami memang sudah mendapatkan khadimat. Alhamdulillah jodoh kami dengan budhe ini sudah berjalan 6 bulan lamanya. Trus kenapa udah ada rewang Azkadun tetep sekolah? Karena eh karena...kasian kalo sepanjang hari di rumah utak utuk sama budhe doang. Azkadun terlihat lebih ceria & semangat kalo sekolah. Alasan lain...kalo Azkadun full di rumah sama budhe, budhe ga bisa nyelesaiin pekerjaan rumah dengan maksimal. Pernah waktu itu Azkadun libur sekolah selama seminggu, & senin pagi Ummidun & Abidun kelabakan karna seragam biru belum pada disetrika. Wekeke...

Tapi ada juga yang kaget dengan jawaban "sekolah" tadi.
"he?? sekolah?? bukannya anakmu masih bayi??"
pertanyaan ini menyadarkan saya bahwa penerjemahan tiap-tiap orang tidaklah sama mengenai "sekolah" ini. Ada yang mengira sekolah Azkadun betul-betul sekolah yang mengajarkan calistung.
Jadi yah..sebenernya pada awalnya 'sekolah' itu cuma istilah saya aja. Karena kalo bilang 'dititipin' tu berasa agak gimanaaaa gitu. Jadilah saya menggantinya dengan kata 'disekolahin'. Tapi kemudian saya pikir kata 'sekolah' itu justru lebih tepat. Karna walau judulnya day care, tapi anak-anak disitu memang banyak belajar. Tentunya ga belajar calistung ya...
Sekolah Azkadun mulai jam 08.00. Tapi anak-anak udah mulai pada dateng dari jam 07.00. Sambil nunggu jam 08.00 biasanya sih pada sarapan. Nah, jam 8 itu jadwal belajar dimulai. Dibuka dengan baca doa bersama & baca surat-surat pendek. Yang melafalkan sih bu gurunya. Si bocah mah ada yang duduk manis & ikut berdoa, ada yang lari-lari kemana tauk. TAPI buat saya ini tahap penting. Paling nggak para bocil itu terbiasa untuk mendengar lafal-lafal yang baik, dan akan terpatri pada benaknya bahwa memulai segala sesuatu alangkah baiknya dengan mengingat Rabb nya.
Setelah doa bersama, ada kegiatan yang mereka lakukan berbeda-beda tiap harinya. Ada sesi mendengarkan dongeng. Ada sesi mewarnai. Untuk anak 3-4 tahun udah bisa kali ya mewarnai walau mungkin coreng moreng ga karuan. Untuk yang 1-2 tahun mah terserah, dia mau ikutan boleh, mau main sendiri juga monggo. Tapi kalo kaya Azkadun yang hobi ngerecokin orang sibuk, kayanya selalu ikutan deh, minta kertas & pensil warna. Perkara kertasnya mau dirobek kek, dibejek-bejek kek, pensil warnanya dilempar, digetok-getok...ya dibiarin aja sama gurunya (asal ga getok kepala temennya aja). Trus hari Rabu itu ada jadwal audio visual. Ada satu kamar sendiri yang ada TV nya. anak-anak disetelin dvd, entah itu tentang hewan-hewan ato kartun-kartun anak macem Upin Ipin. Menurut laporan bu guru sih, Azkadun paling semangat & paling serius kalo jadwal audio visual. Ambil tempat paling depan, duduk manis & ga mau digeser duduknya sampe film nya selesai. hehe...
Hari Kamis jadwalnya gerak dan lagu. Kadang cuma nyanyi-nyanyi, kadang juga senam. Nah, hari jumat nih, yang paling heboh kayanya. & perlu bawa bekal baju lebihan. Karna jadwalnya kotor-kotoran! Anak-anak boleh main tanah & pasir di halaman belakang sekolah. Uoooyeaaahh... Biasanya abis main-main, mereka dimandiin trus pada tidur. hihihi...
Dan setiap semester, Azkadun juga terima rapot looooohh...
Sesuai apa yang dipelajari setiap hari, maka isi rapotnya juga unik menurut saya.
Contohnya aja, semester pertama Azkadun. Isi rapotnya kurleb seperti ini:
-Tengkurap sendiri kemudian berbalik sendiri. Keterangan : Sudah Mahir
-Merespon ketika namanya dipanggil. Keterangan : Masih Dalam Tahap Belajar
-Mengekspresikan keinginan untuk digendong dengan mengulurkan kedua tangan. Keterangan : Masih Dalam tahap Belajar
-Kemampuan Bertepuk tangan : Sudah Mahir
dll...

Yak, begitulah kira-kira sekilas gambaran dari sekolah Azkadun, yang juga menjadi alasan kenapa dia tetep sekolah walau udah ada budhe di rumah. Jadi jangan kira bayi yang sekolah itu selalu diajarin calistung, walau ada metode apa tu namanya...Glend Dollman yah? yang mengenalkan calistung sejak orok. Sebenernya dulu Ummidun & Abidun sempat tergiur untuk menerapkan metode ini, tapi pada akhirnya kami memilih untuk tidak melakukannya. Biarin lah Azkadun mah main-main aja dulu. Bermain sambil belajar kaya tokoh paporit saya, Bobo.
Hidup Bobo!!

#eh?!


Rekam Jejak Kuliner Eksperimen Ummidun


Duluuuu...
Saya beranggapan kao masak itu wajib lah pake yang namanya masako2an.
"Kalo ga pake masako mah ga bisa gurih."
Begitu kira-kira anggapan saya.
Apalagi waktu kuliah, setiap masak rasanya kok hambaaar aja. Pasti masako yang jadi kambing hitam. "Gara-gara ga pake masako ni, jadi ga ada rasanya"
Sampe akhirnya dunia per-pesbuk-an mengantarkan saya pada sebuah grup, HHBF namanya. Health Homemade Baby Food. Masakan sehat untuk bayi. Prinsipnya no makanan instan, no MSG. Hal ini saya terapkan pada makanan Azkadun, sampe akhirnya saya terapkan pula pada semua masakan. Glutamat alami (tomat, bawang-bawangan, daun bawang, jamur, kaldu daging/ikan/belut, wortel, jahe dll) jadi senjata.
Dan taadaaaa.....
Umami umami tanpa masako
*senyumlebar
Indikator masakan sukses :
1) Abidun bilang enak
2) Azkadun makan lahap

Itu masalah per-lauk-an

Masalah kue-kue & kukis??

Haaa......alakazam hasilnya.
Walaupun Ibu, Mbah, & Tu Niang (nenek dalam bahasa Bali) saya itu jagoooooooooooo bikin kue-kuean, ternyata bakat itu belum nampak pada saya. Padahal udah bela-belain beli oven cantik & mixer keren.
Ga semua gagal sih...
Pernah sukses bikin banana cake & cheese cake walau dalam versi simple. Kukis keju juga pernah 2x berhasil.
Selebihnya....hehehehe...
Pernah bikin kukis yang kerasnya minta ampun. Jangankan lumer di lidah. Bahkan sampe dibawa nyemplung ke bak mandi sama Azkadun pun, sampe Azkadun selesai mandi & main air, tu kukis masih utuh berbentuk kelinci.
Astaghfirullah, Kukis Kelinci Mutan macam apa yang telah saya buat???!!
Mau tau resepnya? Jangan. Mubadzir. Lagian saya juga ga tau khilaf masukin apaan ke adonan kukis.
*sigh

Namun kawan...tekad ini tak akan luntur. Tekad telah bulat sebulat pipi Azkadun. Saya harus bisa!!
*pasang iket kepala
**daripada ovennya ntar dijual lagi

Mari bangkitkan semangat kuliner kitaaaa!!!
#apacoba

Azkadun Sweet Seventeen

"Wiii...wiii...uwi wi wwiiiiii....."
ini salah satu celotehan Azkadun. Entah dari mana dia mendapatkan kosakata itu. tapi setelah diadakannya observasi ala Ummidun, didapatlah kesimpulan bahwa itu merupakan salah satu ekspresi takjub dari Azkadun. Misal: Ummidun lagi masak sup. Maka Azkadun akan merengek minta gendong. Waktu digendong, dia bakal nunjuk2 kuah sup yang lagi ublukutuk sambil berucap "wiiiiiii....wi wii wii wwwiiiiii..."
hehehe...

Bulan November, mulai masuk musim ujan. Azkadun mulai sering uhuk uhuk + sentrap sentrup. Badan sering anget sampe beberapa hari ga sekolah.
Pernah denger mitos dari simbah-simbah ato ortu kita kan? Yang katanya kalo anak sakit itu tandanya mau nambah pinter. Nah, entah kebetulan ato gimana, setelah sakit-sakitan itulah, Azkadun tambah ceriwiiiiiisss....
Kosakata mulai bertambah. Semakin sering menirukan apa yang didengernya dari orang lain. Cuma aja kadang dia niruinnya seenaknya dia sendiri. Kaya percakapan kami berikut ini.

Abidun : "Neng...ini gajah! apa nak?"
Azkadun : " Daaajaaaaahh..."
Abidun : "ini jerapah!"
Azkadun : "daaaaapaaaahh.."
Abidun : "pinter... nah ini ayam!"
Azkadun : "ciep ciep ciep..."
Abidun : "he? Aayaamm.. bukan ciep ciep.."
Azkadun : "ciep ciep ciep..."
Ummidun : *ngakak  "ya ayam kan bunyinya ciep ciep gitu bi..."
Abidun : "iya deh. Azka! Maakaan. Apa?"
Azkadun : "Maaaaeemmmm"
Ummidun : *ngakak lagi
Abidun : "Makan Neng...makaaaann.."
Azkadun : "nyamnyamnyam..."
Ummidun : "wekkekekekekekeee..."
Abidun : *sambil garuk garuk kepala "Neng, miinuumm..."
Azkadun : "Mmiiiiiimmiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiikk...." *sambil peluk ummidun
Ummidun : *ngakak, tangkep Azkadun, gulingguling uyel uyel uyeeelll...

gapapa, gapapa... lagian itu kan berarti Azkadun ga cuma bisa ngucapin, tapi ngerti artinya.
Kosakata lain kaya aciii (terimakasih), pipifh (pipis), mbek (kambing), pufh (pus meong), taaaakk (minta), & banyak lagi.
^___^

& kayanya lagi masuk dalam masa labil emosi (ga, ga ada kaitannya sama labil ekonomi di kamus Vicky). Beberapa hari yang lalu Ummidun sempat shocked gara2 Azkadun ngamuk ga mau dimandiin. Baru kali itu liat bayi marah,kesel, & sampe pingin mukul Abidun & Ummidun.
#harus lebih banyak belajar tentang cara mengendalikan emosi bayi/balita.
Pukul-pukul kepala & jedot2in kepala ke tembok pun, ternyata wajar terjadi dalam tumbuh kembang anak (akhirnya tenang setelah mendapatkan artikel tentang ini & bisa mengatasi, setelah sebelumnya histeris liat Azkadun pukul2 kepalanya sendiri)

Yah...bayi memang perlu banyak belajar. tapi ternyata orang tuanya harus lebih banyak belajar
*smile

Love U So Much, Azkadun.. :*

Di bawah naungan Sayap Ibu

Jumat, 25 Oktober 2013…
Kulajukan sepeda motorku, perlahan, dan untuk kelima kalinya ku melintas di depan bangunan itu. Bangunan yang sekilas nampak seperti lorong rumah sakit dengan cat putih tulang dan berkesan suram. Berpuluh meter telah terlewat dari bangunan itu, kuhentikan laju sepeda motorku. Bimbang…
“mampir…ngga….mampir….ngga…..”
Di satu sisi ingin segera pulang, memeluk anakku dengan penuh kerinduan setelah seharian kutinggal beraktifitas. Pun izin dari suami belum kukantongi untuk mampir ke tempat lain. Tapi entah mengapa keinginan ini begitu besar. Akhirnya kukirimkan sebuah pesan lewat ponsel.
“bi, afwan, ummi ga langsung pulang gapapa? Ummi pingin mampir ke Sayap Ibu. Afwan jadi telat ketemu Genyol nya..”
Pesan terkirim
Tak ada balasan yang datang
Beliau  asyik futsal
Dengan penuh harap “semoga abi ridho”, akhirnya ku memutar balik, kembali ke arah gedung itu. Yayasan Sayap Ibu. Sebuah rumah bagi anak-anak cacat ganda. Beberapa minggu yang lalu aku baru mengetahui keberadaan panti ini. Lewat media elektronik yang ramai mengudarakan kisah seorang Putri Herlina, salah seorang penghuni panti ini yang akhirnya diperistri oleh putra mantan pejabat BI. The real ‘so sweet’, begitu aku menyebutnya.
Kuparkirkan sepeda motor di halaman berpasir. Penuh debu beterbangan. Ada sebuah gedung yayasan yang sedang dibangun dan direnovasi. Penuh kebingungan, aku tak tahu harus menuju kemana. Seorang bapak berpeci dan mengenakan batik coklat memperhatikanku lalu menghampiri.
“ada perlu apa mbak?” tanyanya
“mau tanya2 tentang panti pak, sama mau nengok anak2 disini. Boleh?”
“oo…boleh, boleh…monggo…”
Aku dipersilakan masuk berjalan menelusuri lorong panti
“saya bapak asuh disini mbak… mbak dari mana? Kuliah? Atau sudah kerja?”
Hooo….jadi ini bapak pantinya. Pak Naryo, yang juga mengasuh Putri Herlina sejak bayi hingga tumbuh dewasa menjadi manusia tangguh walau tanpa tangan. Kami terus berjalan sambil ber-tanya-jawab tentang identitasku. Melewati sebuah ruangan terbuka, dimana wajah-wajah ‘khas’ langsung bermunculan, melongok dari balik dinding.
“itu mereka lagi pada ngapain pak?” tanyaku.
“makan mbak. Anak-anak itu kalo makan malem ya jam segini ini, sore-sore. Soalnya kalo malem pengasuhnya udah ga ada. Tinggal saya sama istri…ga akan sanggup ngawasin mereka makan.”
Aku tersenyum membayangkan kekacauan yang dapat mereka buat saat makan.
Kami sampai di depan bangunan induk, ada kursi-kursi dan meja yang ditata diperuntukkan sebagai ruang sekretariat. Pak naryo mulai berkisah. Aku mendengarkan sambil mencuri-curi pandang ke arah ruang makan anak-anak istimewa itu.
“anak-anak disini tu bayi temuan semua mbak. Mungkin memang dibuang orangtuanya karena malu punya anak cacat. Kalo saya bilang ya mereka disini seumur hidup. Cuma mukjizat Allah mbak, seperti yang dialami Lina, dia bisa keluar dari panti ini. Kersaning Gusti ya mbak, ada orang yang mau menikahi dia. Tapi kalo yang lain…saya pesimis mbak, mungkin sampai mati pun mereka bakal disini..”
Aku termenung. Seumur hidup? Sampai mati? Hmmm…. :’(
“kalo yang paling tua disini umur berapa pak?” tanyaku
Pak Naryo menengadahkan kepalanya, tersenyum. “Lina itu termasuk angkatan pertama masuk di panti ini…26 tahun. Tapi ada yang umurnya lebih tua, 28 tahun. Ga bisa ngapa-ngapain dia mbak..”
“kalo yang paling kecil pak?”
“ada yang 3 tahun…”
“3 tahun? Mana pak? Lagi ikut makan disitu juga?” aku mencari-cari sosok mungil disana.
“nggak…dia ga bisa ikut disana. Makannya pakai selang, lewat hidung. Tiduran di box. Itu, di ruangan yang di sana..” Pak Naryo menunjuk ruangan di sebelah rumah induk. Serasa ada yang berdesir di hatiku.
“boleh nengok pak?”
“boleh, boleh..masuk aja disitu. Gapapa.” Pak Naryo mempersilahkan. Sepertinya sudah terbiasa dengan orang-orang yang menjenguk anak-anak asuhnya. Setelah menutup perbincangan, kulangkahkan kaki menuju ruangan itu. Sepi… sebelumnya kubayangkan akan menemui petugas administrasi atau paling tidak pengasuh yang merawat anak-anak. Tapi tak ada. Sepi… hanya ada seorang anak berumur sekitar 6 tahun sedang tidur memeluk boneka. Aku melangkah ke dalam, memasuki sebuah kamar penuh box bayi. Semua box sekilas Nampak kosong, sampai aku mendengar samar suara seperti orang mendengkur. ‘Grook..groookk..’. dan yah, setelah dicermati lagi, aku melihat balita umur 3 tahun yang diceritakan Pak Naryo tadi. Suara ‘dengkuran’ itu berasal dari selang yang melewati hidungnya. Matanya terpejam. Posisi kedua kakinya menyilang janggal. Tangan kanannya sedikit menjulur ke luar box. Kuraih tangannya, kuusap pelan.
“kuat…kuat Nak yaaa… perjuanganmu untuk surga Allah nantinya. InsyaAllah…” :’(
Tak kuat berlama-lama disana, aku segera menuju ke ruang terbuka, tempat anak-anak istimewa tadi sedang makan dengan heboh.
Berkenalan dengan beberapa pengasuh yang menyuapi anak-anak, dan sedikit berbincang dengan Bu Naryo. Kemudian duduk di antara anak-anak. Seorang anak di sebelah kiriku menoleh.
“Hai, kak!” sapanya sambil mengulurkan tangan. Senyum asimetris menghiasi wajah khas down syndrome nya.
“Hai. Saya Fika.” Jawabku memperkenalkan diri sambil menjabat tangannya.
“kak fika? Namaku..Nnnnniinnnniiiii….” ucapnya terbata. Aku tersenyum. Nini kembali asik dengan makanannya. Kuamati mereka satu per satu. Dan terngiang kembali kata-kata Pak Naryo tadi. “seumur hidup, sampai mati, mereka akan tetap disini.” Hmmh….
Tak lama, aku pamit. “pulang dulu yaaa..” kulambaikan tangan pada semua anak. Kusangka tak akan ada yang menghiraukan lambaikan tanganku. Namun ternyata banyak yang menjawab. Nini tampak paling semangat berteriak. “hati hati ya kaaaakk…nanti main kesini lagi yaaa..”
Menuju lorong panti, aku berpapasan dengan seorang anak.
“mau pulang kak?” tanyanya sambil meraih kemudian mencium punggung tanganku.
“iya..” jawabku. Kuperhatikan raut ceria di wajahnya. Separuh wajahnya cacat tak berbentuk. Salah satu matanya tertutup.
“sini, aku anter sampe depan” ujarnya tiba2 bergelayut manja di lengan kiriku.
“namanya siapa?”
“Nana kak”. Dalam hati aku tersenyum Nini.. Nana… mungkin Pak&Bu Naryo memang tak punya waktu untuk merangkai nama-nama indah. Waktu mereka telah tersita untuk memperjuangkan hidup anak-anak istimewa itu.
“kakak kapan mau kesini lagi kak? Ajak temen-temennya dong… biar rame.. kakak punya temen yang bisa jadi pengasuh disini ga kak? Pengasuh disini dikit banget…aku aja kemaren sampe sakit gara-gara kecape’an ngusus adik-adik disini… atau kakak deh, ngurusin kita disini. Ya?”
Nana terus berceloteh. Dan aku pun speechless dibuatnya.
“insyaAllah, kapan-kapan kakak main kesini lagi deh..”
“bener ya kak… doain aku sehat-sehat disini yaaa…” ujarnya sambil memelukku.

Aku pulang. Sampai rumah langsung kupeluk Azkadun yang selalu heboh melihatku datang. Kupeluk, kuciumi wajahnya, mata, hidung, bibir, telinganya… kuciumi jemari tangannya satu per satu, dan kupeluk lagi. Allah…Maha Besar Engkau yang telah memberi kesempurnaan pada keturunan hamba. Sehatkanlah, lindungi dan rahmatilah kami semua.
Terbayang wajah Nini, Nana, dan si kecil yang tak tak kuketahui namanya.
Dan aku tahu, ku tlah jatuh cinta pada mereka.

Kisah Luar Biasa


Kisah ini begitu berbeda, dengan Lebaran yang sedikit hampa dan Agustus yang terlalu tak biasa.
Mungkin hampir tak ada bait yang mengisahkan hari ini, karna setiap kalimatnya sarat akan pengharapan.
Untuk sampai ke paragraf terakhir..
Secepatnya.
Namun biarlah aku tetap menuliskannya, agar lengkap kalimat dalam satu frasa.
Met milad, abah tercinta..
Kuat, kuatlah...
Tanpa kue atau kado, namun berjuta doa
Serta pelukan hangat yang kuharap kau dapat rasakannya.
Halaman terakhir melambai menanti tuk dibuka
Pulang, pulanglah
Kita akhiri bersama,,
Lalu merangkai kisah lainnya.
Dimana kita hanyalah kita.

#bandung, 10 agustus 2013

Warna Warni 2 Bulan



Apa sih yang bisa terjadi dalam dua bulan?
1 kata untuk jawaban : BANYAK!
Iya, banyak cerita cinta yang terlantun dari TheDun fam, & saking banyaknya sampe2 ga ada waktu buat nulis di blog. Maapkan daku blog, yang telah membiarkanmu terbengkalai dalam usia yang sangat muda...

Jadi apa kabar dunia?
Selain kabar BBM naik, mahasiswa rusuh, Uje meninggal, & Eyang Subur ‘melepaskan’ 4 istri nya?
#eh?!

Alhamdulillah kalo kabar kami masih tetep amazing, dengan alur kisah hidup yang kian mendidik dan insyaAllah menguatkan hati.
Ummidun masih berkutat dengan berbagai macam resep kuliner bayi
Abidun masih tetep ganteng (rayuan tanggal tua)
Dan Azkadun masih tetap menggemaskan, sempat hobi manyun-manyun, mulai berjalan 6-7 langkah tapi masih takut2, gigi masih 6 (kayanya sih mau nambah lagi), & rambut masih dalam proses perawatan dan jampe-jampe biar tumbuh
*bakarkemiri
Daaaann….udah melewati 1 tahun pertamanya per tanggal 16 juni 2013.
Jadi Sarjana (S2) ASI Eksklusif??
Errr….kalo sempat ‘nyufor’ sehari, terus abis tu lanjut ASI lagi, masih bisa disebut ASI Eksklusif ga? Iyah, dengan berat hati sempat memberikan sufor ke Azkadun (sufor mahal, yang iklannya mempesona dengan beksong alunan musik yang kadang bikin terhanyut desperado ituh..) Yah, dengan berbagai pertimbangan, sikon yang menghimpit, bener2 kehabisan stok ASIP, & tanpa rasa bangga walo sufor mahal (udah disebutin ‘dengan berat hati’ kan tadi yah?) saya harus merelakan Azkadun mengicipi enaknya susu pabrik. Pake doyan lagi minumnya tu anak. *tepokjidat
Alhamdulillah rumah baru (baru ngontrak lagi), mobil baru (baru tiap hari gonta ganti pokoknya), & khadimat baru (beneran kalo yang ini, baru dapet semoga panjang jodoh)
Yah, begitulah sekilas kabar dari TheDun fam.
Sebenernya si banyaaaakk yang pingin ditulis ummidun. Tapi karna keterbatasan waktu & koneksi internet (mengharukan! *gaya mas tukul), kapan-kapan disambung lagi. Diusahakan sih dalam 2-3 hari ini, soalnya bu bos lagi dinas ke jakarte.
#ketauan dah alesan sebenernya

Lihat!!


Saya mengenalnya sekitar tujuh bulan yang lalu.
Di Budi Mulia Baby Day Care, tempat Azkadun bersekolah.
Awalnya saya tidak memperhatikan dia, hingga suatu siang saat saya menengok Azkadun. Saya sedang duduk di lantai, kemudian dia berjalan menuju ke arah saya. Dengan cara berjalan yang tidak biasa; kedua tangan menjulur ke depan, serta mata yang tidak menatap ke depan melainkan ke atas. Saya masih belum menarik kesimpulan, sampai akhirnya kaki mungilnya membentur pelan lutut saya. Perlahan dia jongkok, meraba-raba mencari benda apa yang ditendangnya. Saya terdiam. Dia meraba rok saya, mengernyitkan dahi sambil terus mencoba menganalisa siapa yang sedang dihadapinya.
"itu umminya de Azka, mbak Kinan..." Kata seorang guru.
"ini umminya de Azka? Azkanya mana?" tanyanya. Matanya mengerjap-ngerjap, kepalanya menengadah. Cukup sudah untuk saya mengerti. Perlahan saya ambil tangannya, saya sentuhkan ke tangan Azkadun.
"ini Azka..." ujar saya.
"ini Azka? Azka tangannya keciiill...masih baby ya? kakinya juga kecil... rambutnya mana? ah...Azka ga punya rambuuutt...karna Azka masih baby?" begitu celotehnya sambil terus berusaha menyentuh anggota tubuh Azkadun satu per satu.

Kinan, nama gadis kecil itu.
Kehilangan kemampuan melihat sejak umur 6 bulan, karena terjatuh & kepalanya terbentur.
Namun sungguh, ketika Allah mengambil salah satu indra manusia, maka Dia akan menguatkan indra lainnya. Betapa terkejutnya ketika esok harinya kami bertemu lagi, dia sudah hafal dengan suara saya.
"umminya de Azka ya?" pekiknya sambil -tetap- menyentuh ujung rok saya. Dan dia mampu menghafal suara semua teman sekolah beserta guru-gurunya. Ketika seorang temannya menangis, dia langsung berkata, "itu pasti Mirza yang nangis di dekat pintu..." saya bengong, menatap anak bernama Mirza yang menangis dan -memang benar- sedang berdiri di dekat pintu. Di lain hari ketika saya memangku Azka, ada anak yang mendekat lalu memangil, "Azka!" lalu Kinan pun berkata, "tu, Azka..dipanggil Mba Ashya...". Dan memang benar, yang memanggil tadi bernama Ashya.

Dan hari ini....
Akal saya agak meracau dibuatnya. Saya seperti biasa sedang memangku Azkadun ketika Kinan mendekat. Dia membawa botol air minum bergambar Shaun The Sheep yang cukup menarik perhatian Azkadun. Azkadun mencoba menggapai botol air minum itu, menjulur-julurkan tangan ke arah Kinan sampai terpukul lah si botol air.
"Eh, Azka mau ambil botolku ya?" ujar Kinan.
"Iya mbak Kinan..botolnya bagus, Azka jadi pingin pegang..." jawab saya.
"Azka...Azka...ini botol mbak Kinan, suka ya? bagus ya? sini, LIHAT siniii...botolnya bagus ya? sini,sini Azka...LIHAT botolkuuu..." Kinan setengah berteriak sambil mengetuk-ngetuk botol minumnya.
Saya tertegun. Apa yang dipikirkan oleh seorang anak umur 4 tahun, yang tidak bisa melihat, kemudian menyuruh temannya untuk 'melihat'? Adakah dia mengerti apa itu 'melihat'? Ataukah hanya sekedar karna terbiasa mendengar kata "lihat sini" tanpa tau artinya? tapi dengan gerakan jarinya yang mengetuk-ngetuk botol untuk menarik perhatian Azkadun agar 'melihat' ke arahnya itu.....hmm....apakah dia menerjemahkan 'lihat sini' itu sama dengan 'dengarkan ini'?
Entahlah, bingung saya...

Kinan...
Entah bagaimana rupa semesta dalam benaknya.
Entah seindah apa warna-warni dalam imajinya.
Namun biarlah...
Kita takkan pernah tau bagaimana KuasaNYA tak henti memberi terang dalam hatinya.

Ummidun is Working Mom


DOKTER

Itu cita2cita saya waktu kecil.
Bermodalkan ke-PD-an saya saat itu yang sering meraih juara 1 di kelas (SD loh ini...SD...), dan kekaguman saya terhadap profesi seorang dokter, maka mantap sekali niat saya kala itu.

"ka, cita-citamu apa?" tanya seorang saudara saat itu.
"dokter, bulik!"
"wah, hebat! dokter apa?"
"mmm...dokter apa aja deh, pokoknya dokter.."
"dokter kandungan aja ka.."
"emang kenapa bulik?"
"iya, soalnya sekarang ni dokter kandungan cowok semua. padahal yang hamil kan ibu2. makanya kamu jadi dokter kandungan aja..."
"oh, iya ya bulik?"

Sejak saat itu setiap ada pertanyaan tentang cita-cita, jawaban saya pun menjadi lebih spesifik.
Dokter Kandungan!
*keren da ah...

"Asik ya dokter kandungan, bisa gendong adik bayi tiap hari. bayi lucu-lucu...."
(fika, 9tahun, anak tunggal yang pingin banget punya adik. polos sekali.)

Seiring berjalannya waktu, realita perlahan membuka mata.
- Prestasi di sekolah mulai turun.
Mmm...masih bisa jadi dokter ga yaa...nilainya cukup ga yaaa...
- Nyadar biaya kuliahnya mahal segambreng
Mmmmmm....ayah punya duit buat kuliah anaknya ga yaaaa...ada duit ga yaaaa...
- Mulai keblinger ngapalin anatomi tubuh hewan
Errrrr....kodok aja ribet gini yak..gimana manusia...?
- Akhirnya sadar, untuk jadi dokter ituuuu harus tau 'dalemannya' manusia. Yang berarti harus ngebelek2 tubuh manusia. Yang udah ga bernyawa tentunya.
Bayangan menggendong adik bayi pun pecah berkeping2.
Mmmm...... Oke.....
SAYA GA MAU JADI DOKTEEEEERRRRRR......
Dan akhirnya saya banting setir, menetapkan cita-cita yang baru.
Yang menurut saya lebih keren daripada dokter.
"Mau jadi ibu rumah tangga aja deh, kaya ibu"
*Mantap....

Namun apa daya, cita-cita tinggallah impian.
Sekarang, saya bukan dokter, bukan juga ibu rumah tangga.
Saya terdampar ke dalam sebuah status : PNS.
PNS yang jam kerjanya full dari jam 7.30 sampai 17.00 tiap harinya, 5 hari dalam sepekan.
Dan ketika akhirnya saya berkeluarga, punya pendamping-pendamping hidup (sebut saja Abidun dan Azkadun), disinilah perasan itu bermula.
"andai saya meraih cita-cita 'ibu rumah tangga' saya"

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Yah...status Working Mom (WM) dan Full Time Mom (FTM) terkadang menciptakan sebuah perdebatan, baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain.
Pernah saya membaca  salah satu halaman facebook,yang saat itu membahas 'Anak Yang Diasuh oleh Neneknya'. Komentar2nya saya rasa banyak yang menyudutkan WM, sampai ada komentar2 yang membekas di benak saya saking keterlaluannya.
"Saya sih lebih baik di rumah, mengasuh anak2. Penghasilan suami berapapun saya terima."
"Buat apa ngumpulin duit banyak kalo anak sendiri diasuh orang lain?"
"Anak itu titipan Tuhan kepada kita. Kalo titipan itu kita titipkan lagi ke orang lain jadi apalah namanya itu?"
"Anak kok dititip2in. Kalo ga siap ngasuh anak ya jangan punya anak, gitu aja!"

Waw....baca kalimat2 itu serasa ada yang lagi ngegamparin bolak balik.
Dan saya pingin bales ngegampar bolak-balik-bolak-balik-bolak-balik-bolak lagi & balik lagi.
*jangan ditiru...

Seorang wanita, tentu sangatlah mulia jika kesehariannya berada di rumah, merawat rumah beserta isinya, mengasuh anak dengan penuh kasih sayang, memasak, mencuci pakaian...merapikan tempat tidur anak2nya, membersihkan bekas ompol si bayi, menemani belajar si sulung, mengajari anak mengaji, menceritakan kisah-kisah Nabi setiap anak-anak hendak tidur....menyiapkan air hangat untuk mandi suami, menghidangkan secangkir kopi dan mungkin sepiring pisang goreng hangat buatan sendiri.
Subhanallah, betapa indahnya.
Namun ketika seorang wanita memutuskan untuk bekerja, kemudian rumah 'udah pake khadimat aja', lauk 'udah beli di warung padang aja', pakaian 'udah dilaundry aja' & anak 'udah dititipin aja', apakah lantas ia menjadi hina?

Ga puas dengan penghasilan suami?
Ngumpulin duit banyak?
Hmm...kenapa harus selalu dipandang dari segi materi?
Bagaimana dengan Bu Guru, Bu Perawat, Bu Bidan, Bu Dokter?

Saya bisa menjadi seperti sekarang ini, tak lepas dari peran para guru. Tak usah ditanya berapa banyak kenangan saya bersama para Ibu Guru. Mulai dari Ibu Guru saat TK yang memandikan saya pasca 'tragedi jatuh dari ayunan & nyebur di kubangan lumpur', sampai Ibu Guru saat SD yang merawat saya yang sakit ketika lomba cerdas cermat di Semarang.
Saya melahirkan Azkadun pukul 02.30 dini hari. Dokter saya seorang wanita, seorang istri sekaligus ibu, yang saat dikabarkan ada pasien hendak melahirkan, dia segera berlari menuju ruang bersalin.
Apakah yang demikian itu demi uang semata??
Lalu dimana letak nilai pengabdian?

Iya, saya memang tak semulia Ibu Guru dan tak sehebat Ibu Dokter.
Namun itu tidak menjadikan saya sebagai ibu yang tidak bertanggungjawab terhadap anaknya. Saya tidak melewatkan kesempatan memberikan ASI eksklusif untuk Azkadun. Saya tau betul kapan Azkadun mulai bisa tengkurap, tumbuh gigi, merayap, berceloteh, dan mulai belajar berpijak. Kurang lebih 10 jam dalam sehari saya meninggalkan Azkadun di sekolah, namun itu tidak membuatnya lebih dekat dengan guru-gurunya dibanding dengan saya. Ini bukan hanya tentang seberapa lama waktu yang kita berikan, namun seberapa besar perhatian yang kita curahkan. Kualitas, bukan sekedar kuantitas.

Seperti yang banyak orang ucapkan; Hidup adalah pilihan. Tinggal bagaimana cara kita untuk berdamai dengan setiap keadaan.

Ummidun is Working Mom, masih memiliki keinginan untuk berganti status menjadi Full Time Mom. Namun apapun itu, Ummidun selalu berusaha memberikan yang terbaik buat keluarga.
Love U Abidun, Love U Azkadun... :*

Copyright 2009 #TheDunStory. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates